Etika Meninggalkan Rumah Setelah Bertamu Berdasarkan kitab Ihya’ ‘Ulumuddin

Imam al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumuddin menjabarkan aneka etika dengan sangat lengkap terkait hubungan sesama manusia, mulai dari etika bekerja, etika persahabatan, etika pernikahan, sampai etika makan dan etika bertamu. Dalam etika bertamu, al-Ghazali jabarkan mulai dari bagaimana adab bertamu, adab sebagai tuan rumah, adab ketika tiba di rumah seseorang yang ditamui, sampai adab meninggalkan rumah setelah bertamu. Adab ini tidak hanya terkait kepada tamunya sendiri, tapi juga kepada tuan rumah.

Menurut Imam al-Ghazali, ada tiga setidaknya adab meninggalkan rumah setelah bertamu kepada seseorang. Pertama , adalah ketika sudah selesai bertamu, ia ikut keluar bersama tuan rumah sampai pintu utama. Dalam konteks ini, etika ini tidak hanya berlaku bagi tamu tapi juga tuan rumah. Menurut al-Ghazali, saat tamu hendak pulang, menjadi kesunahan untuk mengantar tamu sampai pintu keluar. Dasarnya adalah keumuman hadis yang mengatakan,

“siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tamunya.”

Dalam satu riwayat, dari Abu Qatadah, disebutkan Rasulullah Saw. pernah menerima kedatangan raja Najasyi dari Habsyah. Bahkan Rasulullah Saw. nampak ingin melayani mereka semua sendirian. Lalu ada salah seorang sahabat Nabi Saw. yang mengatakan: “kami bisa membantumu wahai Rasulullah sehingga engkau tidak perlu repot.” Rasulullah Saw. menjawab: “Tidak, mereka dahulu sudah baik ke sahabat-sahabatku (yang berhijrah ke Habasyah), dan sekarang saya ingin membalas kebaikan mereka.”

Adab kedua adalah, tamu hendaknya merasa senang dengan apa yang dilakukan oleh tuan rumah, meski mungkin bisa jadi ada kekurangan. Sikap demikian adalah representasi sikap rendah hati/ tawadhu’ dan akhlak yang baik. Kerendahan hati orang yang diundang sebagai tamu ini, bahkan menjadi contoh ulama-ulama terdahulu. Dikisahkan, al-Imam al-Junaid al-Baghdadi, itu selalu diundang oleh seorang anak untuk datang ke rumahnya. Tapi setiap datang, ayah sang anak ini selalu meminta al-Junaid al-Baghdadi untuk pergi. Ini terus terjadi sampai empat kali. Imam al-Junaid hanya meniatkan bahwa ia datang untuk menyenangkan sang anak, dan pergi untuk juga menyenangkan jiwa ayah anak tersebut.

Adab ketiga adalah, tidak pamit kecuali pemilik rumah mempersilahkan atau meridhoinya. Dan selama di rumah tuan rumah, seorang tamu harus benar-benar menjaga perasaan tuan rumah. Ini kenapa sebenarnya tuan rumah melayani tamu itu maksimal tiga hari yang menjadi kewajiban. Jika masih terus dilayani, kedudukannya murni sedekah dan boleh saja tuan rumah menolaknya.